Atas Nama Demokrasi Tolak Ujian Nasional

nyontek-1

Atas Nama Demokrasi :Tolak Ujian Nasional dan Kembalikan Penentuan Kelulusan Pelajar Kepada Guru Dan Sekolah*

 

Oleh:Merphin Panjaitan[1]**

Di awal masa kerja kabinet baru ini, kita perlu evaluasi program pemerintah yang baru berlalu, untuk melanjutkan program yang tepat dan mengoreksi yang tidak tepat, sehingga perjalanan bangsa selalu berada pada arah yang tepat. Saya mengamati, selama lima tahun ini pemerintahan pusat dan daerah tidak fokus dalam penyelenggaraan negara. Seharusnya negara mengfokuskan programnya,misalnya dalam perluasan lapangan kerja dan pemberdayaan kaum miskin, pelestarian lingkungan hidup, pembangunan infrastuktur dan pemantapan demokrasi dan pemberantasan korupsi. Tetapi yang terjadi, negara justru sering mengambil alih fungsi masyarakat, seperti pelaksanaan Ujian Nasional . Pelaksanaan Ujian Nasional yang digunakan untuk menentukan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA menimbulkan banyak protes dari berbagai kalangan masyarakat.. Tulisan ini akan mengkaji Ujian Nasional ini dari perspektif demokrasi.

 

I. Logika Demokrasi

Lahir merdeka dengan derajat dan hak yang sama

Demokrasi beranjak dari pengakuan bahwa semua manusia lahir dan hidup merdeka dengan derajat yang sama. Demokrasi adalah tatanan kenegaraan dimana kedaulatan berada ditangan Rakyat, dan semua kukuasaan negara berasal dari Rakyat. Rakyat mempercayakan kekuasaan negara kepada penyelenggaraan negara, baik di level nasional maupun daerah dan harus digunakan untuk melayani Rakyat.

Manusia mempunyai kemampuan berpikir. Dengan kemampuan berpikir manusia mengembangkan dirinya. Meningkatkan pengetahuan, mempelajari apa yang baik dan apa yang buruk, menentukan apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak perlu.

Kemampuan berpikir manusia membuatnya mampu bertindak bebas, dan sebaliknya untuk pengembangan kemampuan berpikir manusia membutuhkan kebebasan, yaitu hak untuk mengambil keputusan. Tidak bebas berarti kehilangan hak untuk memutuskan. Setiap orang yang menggunakan hak kebebasannya, maka pada saat yang sama ia harus memikul tanggung jawab. Sering terjadi seseorang tidak mebnggunakan hak kebebasannya bukan karena ia tidak mau bebas, tetapi karena ia tidak mau memikul tanggung jawab sebagai konsekuensi dari penggunaan kebebasan. Kebebasan menjadi hak dasar individu dan membatasi hak masyarakat terhadap individu tersebut.

Kesederajatan manusia terwujud dalam kehidupan kenegaraan. Semua warganegara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

Semua warganegara mempunyai hak yang sama dalam perlindungan hukum. Semua warganegara dewasa mempunyai hak pilih yang sama, satu orang satu suara, dan mempunyai hak yang sama untuk dipilih. Artinya tidak ada satu kelompok masyarakatpun yang dapat menyatakan bahwa mereka berhak memerintah dan mengambil keputusan yang mengikat rakyat, tanpa persetujuan dari rakyat.

Semua warganegara dan semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pembuatan kebijakan publik, dalam mengawasi dan menilai penyelenggaraan negara.

Kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan negara, ukurannya bukan asal-usul, ras, suku, agama, kedudukan, atau kekayaan, tetapi ditentukan oleh dukungan dari warganegara lainnya. Kesederjatan manusia berarti tidak ada orang atau kelompok orang yang karena keturunan, asal-usul, suku, ras, agama, golongan dan jenis kelamin berhak untuk memerintah orang lain. Dalam kesederajatan manusia tetap ada pemimpin yang akan memerintah, tetapi mereka dipilih oleh orang yang diperintah dari antara mereka sendiri.

Pada kehidupan di masa lampau, waktu jumlah manusia masih sedikit dan kehidupannya masih sederhana, sebelum muncul penguasa-penguasa besar, nilai kesederajatan masih berlaku, dan diyakini kebenarannya.

Kalau mereka membutuhkan seorang atau beberapa orang pemimpin, mereka akan memilihnya, dan mempercayakan kekuasaan kepada pemimpin tersebut. Pemimpin ini memulai pekerjaannya dengan memimpin warganya dalam menyusun berbagai peraturan yang akan mereka taati secara bersama-sama.

Tetapi dalam perjalanan sejarah selanjutnya bisa saja pemimpin ini menjadi otoriter dan kemudian mewariskan kekuasaan kepada keturunannya. Dan kalau hal ini berlangsung dalam waktu lama dari satu generasi ke generasi selanjutnya, terjadilah hirarki sosial, dengan terbentuknya kelas pemerintah dan kelas masyarakat biasa harus bersedia diperintah. Logika persamaan dibuang untuk waktu yang cukup lama.

Di Yunani kuno sekitar 2500 tahun yang lalu, demokrasi tumbuh dan berkembang, tetapi kemudian mati. Tahun 507 SM orang Athena menganut suatu pemerintahan demokrasi yang berlangsung sekitar dua abad lamanya, sampai pada akhirnya kota ini ditaklukkan oleh tetangganya di sebelah utara, yaitu Macedonia.2 Demokrasi tumbuh, berkembang, mati dan kemudian tumbuh kembali.

Pada abad ke-18, demokrasi muncul lagi di Eropa dan Amerika Serikat. Revolusi Perancis dengan kredonya Liberte, Egalite dan Fraternite. mempunyai andil yang besar dari munculnya kembali demokrasi.

Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat memuat hak asasi manusia yang tidak dapat dilepaskan dari manusia antara lain hak hidup, hak kebebasan dan hak untuk mengejar kebahagiaan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, ……

Pemerintah Dipilih Oleh Rakyat

Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua dan untuk kepetingan semua orang. Demokrasi bukan sekedar pemerintahan oleh mayoritas, apakah mayoritas permanen, yaitu mayoritas karena ciri permanen seperti ras, suku, dan agama atau mayoritas karena menang pemilu.. Pemenang pemilu memerintah, yang kalah pemilu mengawasi jalannya pemerintahan sembari mengkampanyekan alternatif kebijakan publik. Semua perbedaan diselesaikan secara damai, melalui berbagai cara seperti debat publik, diskusi, kompromi, dan voting. Kata akhir tetap berada pada rakyat, dengan mekanisme Pemilu, atau cara-cara lain seperti unjuk rasa. Rakyat harus terus menerus mengingatkan pejabat negara bahwa keberadaan mereka adalah atas dukungan dan biaya dari rakyat, dan oleh karena itu harus selalu mendengar, memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat.

Pejabat negara harus selalu sadar bahwa mereka harus melayani seluruh rakyat secara adil dan demokratis. Mandat yang diterima seorang pejabat negara adalah mandat dari seluruh rakyat bukan hanya dari kelompok atau pemilihnya saja, dan oleh karena itu harus melayani kepentingan seluruh rakyat.

Dalam negara demokrasi salah satu prinsip yang harus dijalankan adalah bahwa pejabat pemerintahan dipilih oleh rakyat dari kalangan rakyat sendiri. Legitimasi pemerintahan terutama bukan pada keahlian dan kepintaran mereka, tetapi pada pilihan rakyat. Dalam negara demokrasi, rakyat paling berhak dan paling mengetahui tentang siapa yang akan dipilih menjadi pejabat pemerintah di semua tingkatan, nasional dan daerah. Oleh karena itu suatu negara dapat dikatakan demokrasi kalau negara tersebut terdapat pemilihan umum yang bebas, adil kompetitif dan berkala. Semakin banyak pejabat negara yang dipilih, semakin demokratis negara tersebut. Di dalam negara demokrasi tidak ada seorangpun atau sekelompok orang, atau satu ras tertentu yang menganggap dirinya lebih berhak memerintah yang lain. Nilai kesederajatan menempatkan semua warganegara pada derajat yang sama.

Pemilihan pejabat negara secara langsung oleh rakyat yang telah berlangsung berulang-ulang akan mengkondisikan setiap pejabat negara menjadi pelayan rakyat. Semakin banyak pejabat negara yang dipilih oleh rakyat, semakin banyak pejabat negara yang melayani rakyat, dan kebijakan publik semakin sesuai dengan aspirasi rakyat.

Schumpeter mengemukakan “metode demokratis” yaitu : adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitf, dalam rangka memperoleh suara rakyat”.3

Diamond, Linz dan Lipset, mengemukakan suatu pemerintahan demokratis harus memenuhi tiga, syarat pokok yaitu :

- Kompetisi yang sungguh-sungguh dan luas antara individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan secara reguler.

- Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warganegara dalam pemelihan pemimpin atau kebijakan.

- Kebebasan Sipil dan Politik ; yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi, yang cukup untuk menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.4

 

Pembatasan Kekuasaan Negara

Teori perjanjian negara Hobbes dan Locke bertolak dari fiksi suatu keadaan alamiah manusia (state of nature) yang mendahului eksistensi suatu negara. Thomas Hobbes berpendapat dalam keadaan alamiah ; semua orang bebas karena belum ada lembaga atau orang yang memiliki wewenang mengatur orang lain. Semua orang sama-sama memiliki hak-hak alamiah tertentu, terutama hak membela diri. Semua orang hidup sendiri-sendiri, sesuai dengan kebutuhan individual masing-masing. Mereka berkembang tidak sosial, tidak saling membutuhkan dan tidak saling percaya. Individu-individu egois ini senantiasa saling mencurigai. Karena mereka hidup dan memenuhi kebutuhan dalam wilayah yang sama, mereka berada dalam situasi persaingan yang keras, dan yang satu menganggap individu yang lain merupakan ancaman potensial dan karena itu dimusuhi.

Dalam upaya melindungi diri secara efektif, setiap individu mengambil tindakan preventif dengan melumpuhkan atau meniadakan musuh potensialnya, yaitu individu yang lain Manusia bersikap bagaikan serigala terhadap manusia yang lain: homo homini lupus. Keadaan alamiah ini menjadi perang semua malawan semua ; bellum omnium contra omnes.

Keadaan seperti ini memaksa individu-individu untuk mengambil tindakan bersama. Mereka mengadakan perjanjian diantara mereka sendiri. Saling memberi janji untuk mendirikan lembaga untuk menata mereka melalui undang-undang dan memaksa semua orang agar taat terhadap undang-undang itu. Mereka menyerahkan semua hak alamiah mereka kepada lembaga itu. Dari perjanjian bersama ini lahirlah negara, dan negara tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap individu-individu, yang dapat mereka tuntut. Segera setelah negara terbentuk, negara berdiri tegak, dengan segala kekuasaannya. Negara mempunyai kekuasaan mutlak dan dsebut Leviathan, binatang purba yang mengarungi samudera raya dengan perkasa, dan tidak menghiraukan siapapun.

Jhon Locke menggambarkan manusia dalam keadaan alamiah berbeda dengan Thomas Hobbes, dan oleh karena itu negara yang didirikan akan sangat berbeda dengan Leviathan. Dalam keadaan alamiah manusia bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan miliknya, dan tidak tergantung pada kehendak orang lain. Secara alamiah, semua manusia sebenarnya baik, dan oleh karena itu keadaan alamiah manusia juag baik. Setiap orang mengambil dari alam sesuai kebutuhannya. Tetapi situasi ini berubah setelah uang diciptakan. Mereka yang rajin dan terampil menjadi kaya dengan cepat, sementara yang lainnya tertinggal. Timbul perebutan tanah dan modal. Individu yang tertinggal iri terhadap individu yang kaya. Kondisi seperti ini berkembang menjadi keadaan perang (state of war). Masyarakat yang telah dikuasai oleh ekonomi uang ini tidak dapat bertahan tanpa pembentukan negara yang akan menjamin milik pribadi. Menurut Jhon Locke negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi.5

Dari paparan diatas tampak banyak perbedaan, tetapi saya ingin melihat kesamaannya. Bahwa individu-individu telah ada sebelum ada negara Bahkan manusialah yang mendirikan negara, oleh karena negara dibutuhkan untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik. Artinya negara didirikan untuk kepentingan manusia, bukan manusia diadakan supaya negara dapat terbentuk.

Negara hanya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat. Artinya negara hanya melengkapi, bukan menggantikan masyarakat.

Mempelajari keadaan alamiah yang digambarkan oleh Hobbes dan Locke di atas, sedikit atau banyak, tanpa negara manusia dapat berbuat untuk hidup. Artinya sebelum ada negara, manusia juga telah dapat menjalani hidupnya. Ini bearti negara didirikan untuk menbantu individu dan masyarakat, dan bukan menggantikannya.

Negara membantu individu dan masyarakat, dalam berbagai kegiatan yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka. Negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokratis, yaitu prinsip subsidiaritas, yaitu negara membantu masyarakat, dan apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya.

Masyarakat manusia yang membentuk negara ini disebut sebagai rakyat, memegang kedaulatan dalam negara yang dibentuknya. Sejak awal, rakyat telah menentukan tujuan pendirian negara dan bagaimana negara melaksanakannya. Negara membantu masyarakat agar dapat hidup dengan baik

Kekuasaan negara harus dibatasi, dengan berbagai alasan, antara lain, kekuasaan negara dibatasi agar tersedia ruang gerak masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan sebagai jaminan bagi pelaksanaan hak asasi manusia. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat membutuhkan kebebasan, agar mereka dapat hidup wajar, sehat dan berkembang. Hak asasi manusia, antara lain hak hidup, hak kebebasan, hak milik dan hak mengejar kebahagian harus didapat oleh setiap individu. Semua ini dapat terwujud kalau kekuasaan negara dibatasi.

Kekuasan negara memang kita butuhkan, antara lain untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan keadilan. Tetapi kalau kekuasaan negara menjadi tidak terbatas, sejarah memperlihatkan negara tersebut akan menjelma menjadi “monster” yang akan menindas dan membunuh rakyat sipemilik negara. Negara juga harus membatasi kekuasaannya, karena masyarakat mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan ini akan lebih baik kalau dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, tanpa campur tangan negara.

II. Prinsip Subsidiaritas

Negara hanya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat. Artinya negara melengkapi, bukan menggantikan masyarakat.

Mempelajari keadaan alamiah yang digambarkan oleh Hobbes dan Locke di atas, sedikit atau banyak, tanpa negara manusia dapat berbuat untuk hidup. Artinya sebelum ada negara, manusia juga telah dapat menjalani hidupnya. Ini bearti negara didirikan untuk menbantu individu dan masyarakat, dan bukan menggantikannya.

Negara membantu individu dan masyarakat, dalam berbagai kegiatan yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka. Negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokratis, yaitu prinsip subsidiaritas, yaitu negara membantu masyarakat, dan apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya.

Masyarakat manusia yang membentuk negara ini disebut sebagai rakyat, memegang kedaulatan dalam negara yang dibentuknya. Sejak awal, rakyat telah menentukan tujuan pendirian negara dan bagaimana negara melaksanakannya. Negara membantu masyarakat agar dapat hidup dengan baik. Apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu menggantikannya. Misalnya organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat biarlah dikelola oleh anggotanya sendiri. Jumlah partai politik yang akan ikut pemilu ditentukan oleh masyarakat sendiri. Negara tidak perlu menentukan bahwa partai politik yang ikut Pemilu jumlahnya harus tiga, dua, atau satu. Negara hanya menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat mengikuti Pemilu.

Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan, pakaian, pendidikan, makanan, agama, hobi, dan lain sebagainya. Negara tidak perlu mengatur soal-soal seperti ini.

Prinsip subsidiaritas dilaksanakan antara lain dengan menentukan, dan membatasi kekuasaan Negara.

John Locke berpendapat bahwa tugas negara terbatas oleh tujuannya, yaitu pelayanan kepentingan masyarakat. Negara tidak berhak menggunakan kekuasaannya untuk mencampuri segala bidang kehidupan masyarakat. Negara tidak mempunyai legistimasi untuk mengurus segala-galanya. Negara yang mengurus segala-galanya adalah negara totaliter.

Persoalan besar yang kita hadapi adalah konflik antar negara dan masyarakat, bukan konflik antara berbagai kelompok masyarakat. Negara di satu sisi berupaya untuk memperbesar kekuasaannya, sementara di sisi lain masyarakat ingin mempertahankan hak kebebasan.

Dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan harus ditemukan perimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Kalau perimbangan ini dapat ditemukan akan tercipta individu yang kreatif dalam masyarakat yang dinamis dan negara yang maju. Hubungan individu masyarakat dan negara menjadi harmonis dan sinergik. Agar hal ini dapat terwujud, maka negara tidak boleh melakukan semuanya, sehingga tetap tersedia ruang bebas bagi pelaksanaan fungsi-fungsi masyarakat, tanpa intervensi negara.

 

III. Guru dan sekolah menentukan kelulusan peserta didik

Berdasarkan prinsip subsidiaritas Ujian Nasional seharusnya dihentikan, dan penentuan kelulusan seorang pelajar ditentukan oleh guru dan sekolahnya masing-masing, karena mereka lebih tahu siapa diantara pelajar yang lulus dan yang tidak lulus. Oleh karena guru dan sekolah dapat menentukan lebih tepat pelajar yang lulus dan yang tidak lulus, maka pemerintah tidak perlu membuat Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan seorang pelajar.

Lulus tidaknya seorang peserta didik ditentukan oleh pendidik dan lembaga pendidikan tempat peserta didik itu belajar. Negara tidak berwewenang menentukan kelulusan seorang peserta didik. Negara hanya mengatur lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kriteria yang digunakan untuk menentukan kelulusan seorang peserta didik, dan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengatur seperti itu.

UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatas membagi dua tugas evaluasi, yaitu:

Evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan kepada Pemrintah dan Pemerintah Daerah, seperti yang dimuat dalam Pasal 59 ayat (1) :

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Sedangkan penilaian hasil belajar peserta didik dipercayakan kepada pendidik dan sekolah, dimuat dalam :

§ Pasal 39 ayat (2) berbunyi: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran ………., dan Pasal 58 ayat (1) berbunyi: Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

§ Pasal 61 (ayat 2) berbunyi: Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.

Tidak satu pasal pun dalam UU No.20 tahun 2003 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan atau Pemerintah daerah untuk menentukan kelulusan peserta didik.

Digunakannya Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan peserta didik tidak menyelesaikan masalah pendidikan, tetapi justru membuat masalah baru. Pemerintah membuat peraturan, Pemerintah memberikan izin pendirian satuan pendidikan, Pemerintah melaksanakan akreditasi dan Pemerintah juga mengambil kewenangan guru dan sekolah dalam pelaksanaan penilaian peserta didik. Pemerintah tidak mempercayai guru dan sekolah yang telah diakreditasi. Mutu pendidikan tidak akan pernah meningkat dalam negara yang Pemerintahnya tidak mempercayai guru dan sekolah yang telah diakuinya sendiri.

IV. Demokrasi Menyempurnakan Dirinya Sendiri

Sistem demokrasi dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Oleh karena itu, walaupun terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya, tetapi rakyat tetap percaya bahwa kesempatan untuk menyempurnakannya tetap ada.

Demokrasi tidak berarti sempurna di dalam segala hal. Demokrasi tidak memberikan jaminan atas kesejahteraan rakyat Tetapi demokrasi membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menentukan kebijakan negara,.

Kalau masyarakat menilai Ujian Nasional merugikan dan tidak diperlukan,.masyarakat mempunyai hak untuk berjuang menuntut penghapusannya. Mekanisme demokrasi seperti ini akan membuat demokrasi selalu dapat menyempurnakan dirinya. Walaupun banyak warga masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah, tetapi mereka masih tetap percaya bahwa masih tetap ada waktu untuk memperjuangkan aspirasi dan mengganti pemerintah melalui pemilu. Semua ini dimungkinkan oleh sistem kenegaraan yang demokratis.

Demokrasi memberikan kesempatan perubahan, agar selalu dapat menjawab persoalan masyarakat yang dari waktu ke waktu juga berubah. Perubahan ini dimungkinkan oleh karena di dalam dirinya sendiri memang disediakan mekanisme perubahan. Tetapi perlu diingat perubahan tetap dalam kerangka demokrasi, tidak berubah ke tatanan politik yang lain, karena demokrasi memang dibuat untuk tujuan tertentu dan dengan proses tertentu, yaitu demokrasi. Demokrasi dalam perjalanannya telah menghasilkan prinsip-prinsip demokrasi. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi ini akan menjadi jaminan bahwa perubahan dalam demokrasi tetap bertujuan untuk mewujudkan masyarakat dan negara demokrasi, dan dengan cara-cara yang demokratis.

 

V. Negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri

Dalam demokrasi pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan yang diperintah. Oleh karena itu dalam negara demokrasi tuntutan dan protes dari masyarakat menjadi penting dan strategis. Dengan protes, masyarakat menyatakan penolakannya terhadap suatu kebijakan pemerintah. Dengan mendengarkan dan mempelajari protes dan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat, pemerintah dapat mengetahui kebijakan apa yang ditolak masyarakat dan sekaligus mengetahui kebijakan yang mendapat persetujuan.

Pemerintahan negara berdasarkan persetujuan dari rakyat lebih mudah terwujud apabila pejabat negara dipilih langsung oleh rakyat dari antara mereka sendiri.

Pemerintahan oleh rakyat tentunya adalah pemerintahan yang diabadikan untuk seluruh rakyat, tanpa diskriminasi dalam semua aspek kehidupan kenegraan. Artinya negara harus berlaku adil kepada semua warganegara dalam aspek politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Dalam demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat dapat berjalan kalau partisipasi politik masyarakat yang cukup kuat. Dengan menerima demokrasi, kita harus menyadari bahwa, pemerintahan negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri.

Argumentasinya adalah:

- Pemerintahan negara tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kehendak rakyat, kalau rakyat tidak mengatakannya dengan jelas dan kuat.

- Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Dictum Lord Acton berbunyi: Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.

- Penyelenggara Negara adalah manusia biasa, yang sama seperti manusia lainnya mempunyai kebutuhan pribadi yang tidak terbatas.

Dengan berbagai alasan di atas, kalau kita menghendaki pemerintahan negara baik ditingkat nasional maupun daerah bertindak adil, demokratis dan melayani rakyat, maka rakyat harus mempengaruhi dan mengendalikan mereka. Siapapun yang menjadi penyelenggara negara, mereka harus memperjuangkan kehendak rakyat. Artinya partisipasi politik masyarakat harus kuat dan berpengaruh dalam proses penyelenggaraan negara, seperti pembuatan APBN, APBD, undang-undang dan Perda,dan kebijakan publik lainnya termasuk dalam bidang pendidikan seperti penentuan kelulusan pelajar.sekarang ini.

Masyarakat perlu juga menggunakan unjuk rasa dalam memperjuangkan kepentingan mereka.termasuk dalam menuntut penghapusan Ujian Nasional.

Kestabilan dari suatu tatanan kenegaraan yang demokratis dihasilkan oleh interaksi antara masyarakat yang berdaya dan negara yang kokoh.

Masyarakat yang berdaya dapat mengendalikan proses penyelenggaraan negara, sedangkan negara yang kokoh dapat melayani masyarakat dengan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia (HAM), menegakkan keadilan, menyiapkan kondisi yang kondusif bagi upaya pencapaian kesejahteraan/ kebahagian masyarakat.

Masyarakat sipil membutuhkan demokrasi dan mempunyai kemampuan mewujudkan dan memelihara demokrasi. Masyarakat sipil adalah masyarakat independen, yang mengorganisasikan diri dalam memperjuangkan kepentingan bersama, termasuk dalam mengawasi jalannya penyelenggaraan negara dan mempengaruhi pembuatan kebijakan publik, dan memilih para pejabat negara yang dibutuhkan rakyat.

Dengan berbagai organisasi independen, seperti organisasi buruh, organisasi petani, organisasi profesi, dan partai politik masyarakat sipil membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara, agar tidak mengintervensi semua kegiatan masyarakat.

VI. Pembangkangan Sipil

Pembangkangan sipil adalah pelanggaran hukum oleh masyarakat tanpa kekerasan untuk membela suatu prinsip penting, yang dalam sejarah demokrasi mempunyai tempat terhormat. Pembangkangan sipil harus dibedakan dari pelanggaran hukum kriminal, dengan melihat cara dan tujuan politisnya dan dengan melihat kenyataan bahwa mereka yang terlibat tidak berusaha menghindari hukuman atas pelanggarannya.

Tujuan pembangkangan sipil biasanya untuk melawan ketidakadilan yang dibuat oleh pejabat publik atau lembaga swasta yang kuat agar diadakan perubahan kebijakan publik kearah yang lebih baik dan lebih adil. Pembangkangan sipil seyogianya dilakukan dalam kondisi yang luar biasa, dan hanya sebagai langkah terakhir.

Pembangkangan sipil yang dilaksanakan oleh Dr. Martin Luther King Jr dan pengikutnya dengan tidak mentaati undang-undang Segregasi adalah satu contoh keberhasilan dari pembangkangan sipil.Dr.Martin Luther King Jr dalam tulisannya berjudul Langkah Menuju Kebebasan menyampaikan pesan perjuangan tanpa kekerasan,antara lain:tidak mentaati peraturan dan undang-undang yang tidak adil,melakukan protes dengan cara damai,meyakinkan dengan kata-kata,tetapi kalau gagal berusaha meyakinkan dengan tindakan.-lihat dalam Mochtar Lubis 1994. Di Indonesia sekarang ini tampaknya perlu dilaksanakan pembangkangan sipil untuk menolak Ujian Nasional dan mengembalikan penentuan kelulusan pelajar kepada guru dan sekolahnya masing-masing. Sejarah memperlihatkan bahwa demokrasi membutuhkan perjuangan rakyat yang luas dan seringkali memakan waktu yang lama dan dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Para demokrat harus dapat meyakinkan masyarakat luas bahwa perjuangan bersama ini adalah untuk kepentingan semua, termasuk kepentingan Departemen Pendidikan.

 

VII. Kesimpulan

Manusia terikat pada kodratnya, yaitu: memiliki hak asasi manusia ; mampu berpikir, dan oleh karena itu mampu bertindak bebas ; sesama manusia mempunyai derajat yang sama ; dan membutuhkan pergaulan dengan sesama manusia dengan dijiwai oleh semangat persaudaraan.

Demokrasi adalah tatanan kenegaraan yang mengakui kodrat manusia. Rakyat secara bersama-sama memerintah diri mereka sendiri, dengan memilih sebagian dari mereka, menjadi penyelenggara negara, baik di lembaga legislatif, lembaga eksekutif, maupun lembaga yudikatif, diaras nasional maupun daerah.

Dalam demokrasi kedaulatan ada ditangan Rakyat dan semua kekuasaan negara berasal dari Rakyat.

Rakyat membentuk negara, karena Rakyat membutuhkan negara sebagai alat untuk meningkatkan derajat kehidupan manusia. Negara digunakan untuk melengkapi kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi oleh individu dan masyarakat.

Dalam negara demokrasi terjadi interaksi antara masyarakat dan negara. Kemajuan manusia akan tercapai apabila terjadi interaksi antara masyarakat yang berdaya dengan negara yang kokoh, oleh karena itu gerakan pemberdayaan masyarakat harus berjalan bersamaan dengan pembaruan struktur dan prosedur kenegaraan untuk mewujudkan negara yang kokoh.

Masyarakat yang berdaya akan terwujud apabila individu-individu hidup dan bergaul sesuai dengan kodrat manusia.

Negara yang kokoh adalah negara demokrasi, yang kekuasaannya terbatas, dan fungsinya adalah melengkapi kebutuhan manusia yang tidak dapat dilaksanakan sendiri, baik oleh individu, maupun oleh masyarakat.

Republik Indonesia adalah negara demokrasi, dan oleh karena itu harus menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.

Prinsip subsidiaritas adalah salah satu prinsip demokrasi, yang menempatkan negara sebagai sarana untuk membantu manusia mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dan bukan justru menggantikan fungsi-fungsi masyarakat.

Pelaksanaan Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA adalah pengambilalihan fungsi masyarakat oleh negara, suatu tindakan yang bertentangan dengan prinsip subsidiaritas dan oleh karena itu harus dihentikan.

Penentuan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA dikembalikan kepada guru dan sekolahnya masing. (Artikel Ini Dikirim Melalui Email oleh Merphin Panjaitan (merphinpanjaitan@gmail.com)

 

Daftar Pustaka

Dahl, Robert A, 2001, Perihal Demokrasi, Jakarta, Penerbit Yayasan Obor Indonesia

Frans Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Jakarta, Penerbit PT Gramedia.

John Locke, 2002, Kuasa itu Milik Rakyat, Yogjakarta, Penerbit Kanisius.

Merphin Panjaitan, 2001, Gerakan Warganegara Menuju Demokrasi, Jakarta, Penerbit Restu Agung.

Mochtar Lubis, 1994, Demokrasi Klasik dan Modern, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 1948.

Huntington, Samuel P., 1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti.

Republik Indonesia, Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

David Beetham & Kevin Boyle, 2000, Demokrasi 80 Tanya Jawab, Yogjakarta, Penerbit Kanisius.

Mohtar Mas’oed, 1994, Negara Kapital dan Demokrasi, Yogjakarta, Penerbit Pustaka Pelajar.


* ditulis dalam upaya penghapusan Ujian Nasional dan pengembalian penetuan kelulusan pelajar kepada guru dan sekolahnya masing-masing

** dosen tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia

2 lihat dalam Robert A. Dahl, 2001

3 lihat dalam Samuel P. Huntington, 1995, hal 5

4 lihat dalam Mohtar Mas’oed, 1994.

5 lihat Franz Magnis-Suseno, 1991.

KLIK DOWNLOAD TULISAN VERSI PDF

Download Now

7 komentar:

Unknown mengatakan...

aslmkum w.wb
salam sahabat
wah kayaknya kalo tidak terakreditasi bakal bikin keruh ya mengingat pada prinsip prinsipnya itu..bagus kak artikelnya,thnxs n good luck ya

barajakom mengatakan...

numpang keren sob

attayaya mengatakan...

guru di sekolah lebih tahu keadaan muridnya, bukan kertas soal yg mengetahui keadaan murid

bang FIKO mengatakan...

setuju dengan Attayaya. Pada dasarnya setiap anak memiliki keunikan tersendiri yang berbeda-beda. Itu yang sepertinya tidak dipahami oleh pemerintah. Sehingga pukul rata saja semua anak di seluruh Indonesia tanpa memandang keunikan itu dan juga memandang kultur dan kondisi di tiap-tiap daerah yang berbeda-beda.

Anonim mengatakan...

saya heran mengapa orang menganggap demokrasi identik dengan tolak menolak, kayak tukang becak saja. sekali-kali beri ungkapan terima UAN. apasih ruginya jika UAN ada.atau jangan-jangan yang menyuarakan tolak UAN tidak pernah lulus UAN dulu..ha.ha.

Unknown mengatakan...

saya tidak setuju tolak UN..

sebab tidak ada toleransi dalam pendidikan..pendidikan mesti butuh kualitas demi kesejahteraan

Ardiawan.com mengatakan...

kalau saya sih terserah pemerintah.

salam kenal

Posting Komentar