M. Jusuf Kalla

jusuf_kalla_wp

Tampil bersahaja. Menggunakan fasilitas negara secara tepat dan proporsional. Tidak memanfaatkan kedudukan sebagai sarana meraih keuntungan bagi diri dan keluarganya. Itulah yang dilakukan Drs. H. M. Jusuf Kalla semasa menjabat Menteri Perdagangan dan Industri dalam kabinet KH Abdurrahman Wahid, dan sekarang Menko Kesra, kabinet Megawati Soekarnoputri.

Perawakannya memang di bawah ukuran rata-rata. Tetapi Ucu, panggilan akrab di kampung kelahirannya, Watampone, Sulawesi Selatan, adalah pria Bugis tulen. Dia konsisten, tidak mengatakan sesuatu tanpa diterapkan pada diri dan keluarganya. Di dalam diri Ucu yang lahir 15 Mei 1942, terpadu tiga posisi yang jarang dimiliki orang lain�pengusaha, politisi dan petinggi negara.

Di kantornya di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Ucu menempati ruang serdehana, apa adanya. Di ruang tunggu, buat tamu-tamunya hanya disediakan sederet kursi lipat. Buat kegiatan ekstra dan keluarga, di luar kegiatan kenegaraan, perusahaan kelompok Kalla memberi kontribusi tak kurang dari Rp 50 juta setiap bulan.

Jusuf tak ingin mengambil dari negara. Jadi amat ironis jika mantan Presiden Wahid alias Gus Dur menudingnya melakukan KKN sebagai alasan memberhentikannya dari jabatan Menteri Perdagangan dan Industri. Namun Presiden Megawati melihat sesuatu yang istimewa di dalam diri Ucu. Karena itu Megawati merekrutnya kembali untuk jabatan Menko Kesra.

Siapakah si Ucu yang sebenarnya? Panggilan Ucu biasa diberikan pada pria Bugis yang bernama Jusuf. Jusuf lahir dari pasangan pedagang Bugis, H. Kalla dan Hj. Athirah. Ayahnya mendirikan NV Hadji Kalla Trading Company tahun 1965. Dan nama itu, kini telah menjadi sebuah jaringan konglomerasi.

Tidak hanya ayahnya yang pengusaha. Ibunya juga berjualan sarung sutra Bugis. Pada saat krisis, karena meletusnya tragedi berdarah G-30-S/PKI, pasangan itu mengumpulkan modal usaha dari emas yang mereka simpan.

Ucu dibesarkan dalam sebuah keluarga besar. Dia putra kedua dari 17 bersaudara lelaki dan perempuan. Pasangan setianya sampai saat ini adalah perempuan Padang bernama Mufidah. Pasangan Ucu-Mufidah dikarunia lima orang anak� Lisa, Ira, Elda, Ihin, dan Chaerani.

Ucu meraih gelar sarjana ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 1967. Dia juga tamatan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Perancis, tahun 1977.
Tentukan Pilihan
Situasi ekonomi mengalami krisis berat akibat kebijakan politik luar negeri yang ekspansif dari Presiden Soekarno. Saat itu, Indonesia menghadapi konfrontasi dengan Malaysia. Krisis berat itu mulai terjadi tahun 1964. Krisis ini diperparah oleh tragedi berdarah September 1965.

Bulan Desember 1965, kabinet Bung Karno mengambil kebijakan drastis di bidang moneter, memotong nilai rupiah dari Rp 1.000 menjadi hanya Rp 1. Saat itulah Haji Kalla yang menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, meminta putranya, Ucu, untuk menentukan pilihan.

Pada sebuah dialog yang menentukan perjalanan panjang NV Hadji Kalla ke depan, sang ayah bertanya kepada putra keduanya: �Bagaimana dengan perusahaan keluarga?� Pertanyaan berikutnya, �Apakah ditutup saja?�

Pertanyaan kedua membuat Ucu yang masih bergiat memimpin Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), tersentak. Dia tak sempat berpikir panjang. Dan Ucu memilih berhenti menjadi aktivis untuk memusatkan dirinya pada pengembangan perusahaan keluarga. Dan Ucu telah mengambil pilihan yang tepat.

Ayah Ucu memodalinya hanya dengan seorang karyawan. Tetapi ini tidak membuatnya cemas atau gusar. Ibunya, selain terus berdagang sarung sutera, juga mengelola tiga bus antar kota. Ayah dan ibunya mengedepankan asas agama dan memegang teguh etika berdagang. Perusahaan NV Hadji Kalla juga bergiat di bidang impor-ekspor, jual beli, dan toko.
Ny. Athirah mengasuh anak-anaknya penuh kesabaran. Ayahnya patuh menjalankan perintah agama dan sangat menghargai persahabatan. Di dalam NV Hadji Kalla, Ucu bertindak selaku eksekutif, sedangkan ayahnya menjadi pengawas jalannya perusahaan.

Haji Kalla hanya berada satu jam sehari di kantornya. Usai shalat Dhuhur, dia mengurusi masjid. Haji Kalla sering jalan kaki berkain sarung ke dan dari kantornya di Pasar Sentral, Makassar. Jarak antara rumah lamanya dan kantor, kurang lebih satu kilo meter. Sedangkan rumah barunya berjarak dua kilo meter.

Di samping rumah lamanya berdiri Masjid Raya yang terbesar di Sulsel saat itu. Belasan tahun Haji Kalla menjadi bendahara masjid tersebut. Setelah ayahnya meninggal, Ucu meneruskan jabatan tersebut.

Ucu mengenang, setiap selesai shalat Jum�at, teman-temanya singgah ke rumahnya. Ibunya selalu menyediakan kue khas Bugis, barongko, dan jus es markisa. Barongko adalah pisang gepok yang dihaluskan, dicampur telur, santan dan gula. Lantas dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.

Masjid Raya lama dibongkar. Lantas dibangun Masjid Raya Al Markaz Al Islami yang megah dan berkarakter. Dua Jufuf, yaitu Jenderal (Pur) M. Jusuf bertindak selaku pelindung, sedangkan Jusuf Kalla, ketua panitia pelaksana pembangunan. Masjid Raya antara lain menyiapkan kader-kader ulama dan penghafalan Al Qur�an.

Sedangkan Yayasan Al Markaz melakukan kegiatan yang lebih umum, seperti sekolah, pusat pengkajian dan diskusi cendekiawan muslim dan kegiatan budaya. Pengurusan sehari-harinya diserahkan kepada kalangan cendekiawan kampus.
Patuh Bayar Zakat
NV Hadji Kalla membeli bangunan dan tanah bekas Markas Komando Daerah Angkatan Udara di jantung kota Makassar, di tepi barat Lapangan Karebosi. Bangunan yang berdiri di tengah kompleks, pada zaman Belanda, dikenal sebagai Hotel Empress.

Ucu berniat menghidupkan kembali kegiatan perhotelan di kompleks tersebut, bekerja sama dengan Hotel Hyatt. Ayahnya agak ragu. Sebab, apa kata orang jika Haji Kalla mengelola bisnis hotel.

Ayahnya lebih setuju mendirikan pusat pendidikan. Lantas dibentuk Yayasan Pendidikan Haji Kalla. Maka dibangunlah kompleks pendidikan Athirah dari TK sampai tingkat lanjutan atas, untuk mengenang ibunya. Pendidikan Athirah bernafaskan Islam.

Namun Ucu tak memadamkan niatnya untuk membangun sebuah hotel bergengsi di kota di Makassar. Niatnya kesampaian. Ucu membeli kompleks bekas Markas Polisi Lalu Lintas di Jl. Ratulangi. Dia bekerja sama dengan taipan perhotelan, Sahid Gitosardjono. Di situ berdiri Hotel Sahid yang megah. Ucu ikut memiliki senilai tanah miliknya, tetapi tidak ikut mengelola.

Sekarang NV Hadji Kalla telah menjadi sebuah jaringan konglomerasi yang bergerak di berbagai bidang usaha. Perusahaan Kalla beserta anak-anak perusahaannya bergerak di bidang perdagangan mobil, konstruksi bangunan, jembatan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, perikanan, kelapa sawit, dan telekomunikasi.

Dari hanya seorang karyawan, NV Hadji Kalla saat ini mempekerjakan tak kurang dari 2.000 karyawan. Investasi besarnya, antara lain PT Bukaka Singtel (terbesar ketiga di Indonesia Timur setelah Freeport dan Inco). Polanya, Kerjasama Operasi (KSO) dengan PT Telkom di KTI. Ini bagian dari komitmen Ucu dalam bukunya: Mari ke Timur.

Di Jakarta, keluarga Kalla membangun konglomerasi bisnis Bukaka. Di situ, setelah Bukaka go public, keluarga Kalla memiliki saham 40%. Pusat kegiatannya berada di Cileungsi, Bogor. Bukaka membangun tower, konstruksi jembatan, dan belalai gajah Garbarata, terowongan penumpang ke dan dari pesawat terbang). Garbarata, karena mampu bersaing, diekspor ke luar negeri.

Perusahaan Haji Kalla dikenal patuh membayar zakat. Bagi Ucu tidak ada istilah tidak membayar zakat, karena itu urusan dengan Tuhan. Pada tahun tertentu, karena rugi, bisa saja perusahaannya tidak membayar pajak keuntungan. Tetapi membayar zakat tidak mengenal kata rugi dan untung.
Aktif di Pelbagai Bidang
Sebelum bergelut di bidang usaha, Ucu muda aktif di pelbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama setelah menjadi Ketua KAMI Sulawesi Selatan, tahun 1966. Beberapa bekas aktivis mahasiswa mendapat �jatah� jabatan di pemerintahan. Jabatan yang dibagi-bagikan kepada mereka, semisal Badan Pimpinan Harian (BPH) di Pemda Sulsel, beberapa Kakanwil, Kepala Dolog dan anggota DPRD.

Ucu mendapat tawaran sebagai kepala Dolog. Skripsinya memang tentang beras. �Kalau tawaran itu saya ambil, bukan tidak mungkin saya jadi kepala Bulog,� kenang Ucu. Tawaran itu ditolak, namun Ucu terjun menjadi pedagang beras. Dia hanya mau menjadi anggota DPRD. Tapi, beberapa tahun kemudian, Jusuf benar-benar jadi Kepala Bulog, selain menjabat Menteri Perdagangan dan Industri dalam pemerintahan Presiden Gus Dur.

Ucu muda sangat enerjik, dinamis dan kreatif. Dia aktif di berbagai kegiatan. Selama 24 tahun, dia jadi pengurus inti Kadin Sulsel. Lebih dari separuh waktunya menjabat Ketua Umum dan Koordinator Kadin se Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam sepuluh tahun terakhir getol memperjuangkan perbaikan ekonomi yang adil untuk KTI. Isu KTI diseminarkan ratusan kali oleh banyak lembaga dan organisasi di berbagai tempat, termasuk di luar negeri.

Sekarang pun, Ucu menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Pusat. Ucu masih sempat memimpin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unhas, dan anggota dewan penyantun tiga perguruan tinggi negeri di Makassar; Unhas, lKIP (Universitas Negeri Makassar), dan IAIN, beserta perguruan tinggi swasta.

Ucu empat kali menjadi anggota MPR Utusan Daerah dari Golkar (sekarang Partai Golkar). Pernah menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar. Sebagai ekonom, dia aktif di Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pernah menjadi Ketua Umum ISEI Ujung Pandang (979-1989). Dan sampai sekarang menjadi penasehat ISEI Pusat.
Pilih Hidup Sederhana
Di dalam menjalankan tugasnya, Ucu menekankan perlunya kejujuran dan loyalitas dari para pembantu-nya. Dia tak akan mentolerir segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. Karena itu dia memberi contoh hidup bersih dan bersahaja. Itu akan menumbuhkan rasa kesetiakawanan, terutama dari golongan ekonomi lemah.

Sedapat mungkin kurangi kebiasaan konsumtif, atau kurangi kebutuhan-kebutuhan yang tidak perlu.Amatlah na�f, apabila dia sendiri tidak memberi teladan, sementara mengingatkan para pembantunya tidak hidup mewah di atas penderitaan rakyat. Karenanya, dia menolak berkantor di gedung mewah atau di ruang mewah. Dia memilih tetap berkantor di Jalan Merdeka Barat, gedung lama yang disediakan negara untuk Menko Kesra.

Selaku menteri, dari segi pendapatan (gaji), sesungguhnya dia nombok. Sama sekali dia tidak mengharapkan kekayaan dari jabatannya. Bahkan setiap bulan ia meminta prusahaannya menyediakan dana untuk berbagai keperluan yang secara langsung atau tidak langsung menunjang pekerjaannya sebagai pejabat publik.

Tak salah orang tuanya memilih Ucu sebagai pemimpin dalam keluarga besarnya. Sekarang kedua orang tua Ucu telah berpulang keharibaan Allah. Pasangan Haji Kalla dan Hajjah Athirah meninggal pada tahun yang sama, 1982. Ayahnya meninggal duluan. Tiga bulan kemudian, ibunya menyusul sang suami. Dari mereka, Ucu mewarisi sifat bersahaja, tekun, konsisten dan keras, tetapi penyabar.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Sumber"http://tokohindonesia.com

2 komentar:

anak nagori mengatakan...

JK = JUSUF KALLA = JUTAAN KESEMPATAN, JAGONYA KERJA, JANGAN KELAMAAN, JEMBATAN KEHARMONISAN, JERAT KORUPSI,JAGA KERUKUNAN, JUARA KOMPETISI,,

SEMUANYA ADA PADA JK,,,

HIDUUUP JK..........

Unknown mengatakan...

pilih jk.....hiduuuuuuUUUUUUUUP jk....

Posting Komentar