Adab Seorang Pelajar (Murid) terhadap Gurunya

Adab Seorang Pelajar (Murid) terhadap Gurunya

Dasar keilmuan itu tidak dapat diperoleh dengan belajar sendiri dari kitab, namun harus bimbingan seorang guru ahli yang akan membuka pintu-pintu ilmu baginya, agar engkau selamat dari kesalahan dan ketergelinciran. Karena itu, hendaknya engkau menjaga kehormatannya, yang mana itu adalah tanda keberhasilan, kesuksesan, serta engkau akan bisa mendapatkan ilmu dan taufiq. Jadikanlah gurumu orang yang engkau hormati, hargai, agungkan, dan berlakulah yang lembut. Berlakulah penuh sopan santun kepadanya saat duduk bersama, berbicara kepadanya, saat bertanya dan mendengar pelajaran, bersikap baik saat membuka lembaran kitab di hadapannya. Jangan banyak bicara dan berdebat dengannya. Jangan mendahuluinya, baik dalam bicara maupun saat jalan. Jangan banyak berbicara kepadanya dan jangan memotong pembicaraannya, baik di tengah-tengah pelajaran maupun lainnya. Jangan ngotot bisa mendapatkan jawaban darinya. Jauhilah banyak bertanya terutama sekali kalau di tengah khalayak ramai, karena itu akan membuatmu berbangga diri, namun bagi gurumu akan membuat bosan.

Janganlah engkau memanggilnya hanya dengan namanya saja, atau hanya dengan gelarnya saja. Jangan sebut namanya karena itu lebih sopan. Jangan memanggil dengan mengatakan: "Kamu," juga jangan memanggilnya dari jarak jauh, kecuali kalau terpaksa. Sebagaimana tidak layak bagimu memanggil bapak kandungmu: "Wahai fulan," atau "wahai bapakku fulan," maka hal itu juga tidak pantas bagi gurumu. Selalulah bersikap hormat terhadap majelis ilmu, dan nampakkanlah kegembiraan dan bisa mengambil faidah saat belajar.

Perhatikanlah apa yang disebutkan oleh Allah Ta'ala tentang sikap yang sopan terhadap Rasulullah, orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain) ...." (An-Nuur: 63).

Ada dua pendapat tentang tafsir ayat ini. Pertama, janganlah kalian memanggil Rasulullah dengan menyebut namanya, sebagaimana kalian saling memanggil antara sesama kalian. Penafsiran ini yang dimaksud penulis dalam kajian ini. Kedua, janganlah kalian menjadikan seruan Rasulullah saw. kepada kalian seperti seruan kalian kepada sesama, tetapi kalian harus menjawabnya dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Jika engkau mengetahui kesalahan atau kebimbangan gurumu, janganlah jadikan itu alasan untuk meremehkannya, karena itulah yang akan menjadi sebab engkau tidak akan memperoleh ilmu, dan siapakah orangnya yang tidak pernah salah?

Hati-hati, jangan sampai membuat gusar guru Anda, hindari perang urat saraf dengannya, dalam artian jangan menguji kemampuan ilmiah maupun ketabahan guru Anda. Dan, kalau engkau ingin pindah belajar kepada guru lain, maka mintalah izin kepadanya, karena sikap ini lebih menunjukkan bahwa engkau menghormatinya, serta lebih bisa membuatnya mencintai dan menyayangimu.

Dan, masih banyak adab sipan santun lainnya yang bisa diketahui secara fithrah oleh orang yang diberi taufik oleh Allah Ta'ala untuk bisa menjaga kehormatan gurumu yang merupakan "ayahmu dalam beragama" atau apa yang disebut oleh sebagian undang-undang denan nama "persusuan etika". Dan penamaan oleh sebagian ulama dengan "ayah dalam agama" lebih layak. Sedang meninggalkan penamaan itu lebih baik. Dan ketahuilah bahwa dengan kadar engkau menjaga kehormatan gurumu, maka engkau akan mendapatkan kesuksesan dan keberhasilan, sebaliknya kalau engkau meremehkannya, maka itu tanda kegagalan.

Peringatan penting: Saya memohon kepada Allah, semoga melindungimu dari perbuatan orang 'ajam (non-Arab), juga dari ahli thariqat serta ahli bid'ah yang ada pada zaman ini. Di antaranya sikap tunduk yang keluar dari adab-adab yang syar'i, misalnya menjilati tangan guru, mencium pundaknya, memeang tangan kanan guru dengan kedua tangannya saat bersalaman seperti keadaan orang tua yang menyayangi anaknya, begitu juga menundukkan badan saat bersalaman, serta menggunakan kalimat yang menghinakan diri, seperti panggilan: "Wahai tuanku, majikanku," atau lafaz lainnya yang digunakan oleh para pembantu atau budak. Lihatlah yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Basyir al-Ibrahimi al-Jazairi (wafat tahun 1380 H) dalam kitab Al-Basha-ir karena pembahasannya sangat bagus.

Modal Utama Seorang Pelajar adalah dari Gurunya

Guru adalah teladan dalam akhlaknya yang baik dan perangainya yang mulia. Adapun mengenai masalah belajar darinya, maka itu hanyalah sebuah laba belaka. Hanya saja, janganlah kecintaanmu kepada gurumu menjatuhkanmu pada perbuatan tercela tanpa engkau sadari, padahal semua orang yang melihatmu mengetahuinya, jangan ikuti gaya suara dan nadanya, juga jangan ikuti gaya jalan dan gerakannya, karena syaikhmu menjadi seseorang yang mulia dengan ilmunya, oleh karena itu jangan ikuti dia dalam hal seperti ini.

Ini sangat penting, kalau memang gurumu itu berakhlak mulia dan berperangai yang bagus, saat itu jadikan dia sebagai penutan. Namun, kadang-kadang seorang guru bukan begitu atau mungkin ada sedikit kekurangan dalam akhlaknya, maka jangan ikuti dia. Jangan beralasan kalau engkau punya seorang guru yang berakhlak jelek lalu engkau mengikutinya, hanya dengan alasan bahwa dia itu gurumu.

Aktivitas Guru dalam Menyampaikan Pelajarannya

Aktivitas seorang guru (dalam menyampaikan pelajaran) haruslah sebatas kemampuan pelajar dalam mendengarkan, konsentrasi, dan bisa mengikuti pelajaran darinya. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai menjadi penyebab terputusnya ilmunya karena rasa malas, patah semangat, menyerah dan pikiran yang melayang ke mana-mana.

Imam Al-Khatib al-Baghdadi berkata, "Hak semua ilmu itu hendaknya tidak diberikan kecuali kepada yang mencarinya, jangan diberikan kecuali kepada yang menginginkannya. Kalau seorang guru sudah melihat adanya patah semangat pada murid-muridnya, maka hendaklah dia diam, karena sebagian ulama mengatakan, 'Aktivitas orang yang bicara itu harus sebatas kepahaman mendengar'." Kemudian beliau meriwayatkan dari Zaid bin Wahab berkata, berkata 'Abdullah: "Bicaralah kepada orang yang masih memperhatikanmu dengan pandangan mata mereka, tetapi kalau engkau sudah melihat tanda kebosanan, maka berhentilah." (Lihat Al-Jami' [I/330]).

Mencatat Penjelasan Guru saat Belajar

Hal ini berbeda antara satu guru dengan guru lainnya, maka pahamilah masalah ini. Dan ini ada adab-adab dan syaratnya. Adapun adabnya adalah engkau harus memberitahukan kepada gurumu bahwa engkau akan menulis atau engkau telah menulis sesuatu yang engkau dengar sendiri. Adapun syaratnya adalah engkau harus memberitahukan bahwa apa yang engkau tulis itu adalah apa yang kamu dengar pada saat beliau menerangkan pelajaran.

Pada zaman ini seorang murid boleh jadi tidak butuh untuk mencatat keterangan guru saat pelajaran, karena sekarang sudah ada kaset rekaman, yang akan merekam segala yang dikatakan guru dari awal sampai akhir, yang dengan itu engkau tinggal mencatat dari rekaman hal yang engkau anggap penting untuk dicatat. Dan engkau harus memberitahukan gurumu bahwa engkau akan mencatat, juga kalau engkau ingin merekam maka beri tahukan dulu, karena barangkali sang guru tersebut tidak ingin mencatat ucapannya sedikit pun.

Hindari Belajar kepada Ahli Bid'ah

Hindari belajar dari ahli bid'ah yang dungu, yang aqidahnya menyeleweng, tertutupi oleh mendung khurafat, memperturutkan hawa nafsu, namun dia menamakannya mengikuti logika akal dengan berpaling dari nash. Padahal, bukankah akal itu ada pada (mengikuti) nash? Ahli bid'ah ini berpegang pada hadits yang dha'if, menjauhi hadits yang shahih. Mereka juga dinamakan ahli syubhat dan ahlul ahwa' (orang yang mengikuti hawa nafsu), oleh karena itu Abdullah bin Mubarak menamakan ahli bid'ah dengan orang-orang rendahan.

Berkata Imam Adz-Dzahabi: "Apabila engkau mengetahui seorang ahli kalam yang mubtadi' (ahli bid'ah) berkata: 'Tinggalkanlah Al-Qur'an dan As-Sunnah dan pakailah akal,' maka ketahuilah bahwa dia itu Abu Jahal (biangnya kebodohan). Apabila ada ahli thariqat yang berkata: 'Tinggalkan dalil naqli dan akal sekaligus dan pakailah perasaan dan naluri, maka ketahuilah bahwa dia itu iblis yang menyamar sebagai manusia atau merasuk ke tubuh manusia, kalau engkau takut maka larilah, namun kalau engkau berani, lawan dia, tindihlah dadanya, lalu bacakan ayat kursi dan cekiklah." (Siyar A'lamin Nubala' [IV/472]).

Ahli bid'ah itu berpegang pada hadits yang dha'if dan menjauhi hadits yang shahih. Kebanyakan mereka adalah kalangan tukang cerita atau ahli menasihati, yang banyak mencekoki otak kaum muslimin dengan hadits-hadits dha'if dengan harapan bisa membangkitkan semangat manusia dalam beribadah, baik dengan kabar gembira maupun dengan peringatan. Ambil sebuah contoh, saat membahas firman Allah: "Katakanlah: 'Dialah Allah Yang Mahaesa." (Al-Ikhlas: 1). Dia berkata: "Rasulullah saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah menciptakan dari setiap huruf surat qulhuwallaah 1000 burung, setiap burung mempunyai 1000 lisan, semuanya berdoa dan bertasbih kepada orang yang membaca surat tersebut'." Siapakah kira-kira yang mengatakan ucapan ini? Dan, masih banyak perkara-perkara yang aneh dan ganjil yang disebutkan pada bab keutamaan amal perbuatan tertentu.

Adapun mengenai ucapan Imam Adz-Dzahabi bahwa agama orang-orang shufi semuanya berasal dari perasaan dan naluri, yang nampak bahwa beliau melihat langsung kemungkaran mereka, sehingga beliau bersikap keras dalam menjelek-jelekkan sifat mereka. Apabila engkau pergi ke sebagian negeri muslim, akan engkau temukan keanehan pada diri mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama dulu dan sekarang, yaitu mereka shalat seperti orang gila, memukul-mukul gendang dan memukulkan tongkat ke tanah, lalu mereka mengambil cambuk, lalu bertahlil dan membaca dzikir ala mereka, kemudian berguling-guling di tanah, barang siapa yang paling banyak terkena debu, maka dialah yang paling kuat dan paling bagus, dan itu merupakan bukti bahwa dia adalah seorang murid yang paling baik.

Imam Adz-Dzahabi berkata: "Saya membaca tulisan Syaikh Muwaffaquddin Ibnu Qudamah, beliau berkata: 'Saya dan saudaraku, Abu 'Umar, mengikuti kajian yang diajarkan oleh Ibnu Abi Ashrun, namun akhirnya kami tidak mengikuti pelajarannya lagi. Lalu saya mendengar saudaraku berkata: 'Setelah itu saya menemuinya, dan dia berkata: 'Kenapa kalian tidak lagi mengikuti pelajaranku?' Saya jawab: 'Sesungguhnya kami dengar orang-orang berkata bahwa engkau adalah seorang Asy'ari,' maka dia berkata: 'Demi Allah, saya bukan orang Asy'ari.' begitulah ceritanya."

Dari Imam Malik, ia berkata: "Ilmu tidak boleh dipelajari dari empat orang, yaitu orang bodoh yang menampakkan kebodohannya meskipun banyak meriwayatkan hadits, yang kedua ahli bid'ah yang mengajak kepada hawa nafsunya, ketiga orang yang berdusta saat berbicara dengan orang lain meskipun dia tidak berdusta dalam meriwayatkan hadits, keempat orang shaleh ahli ibadah namun tidak memahami apa yang dia katakan." (Siyar A'lamin Nubala' [VIII/67], Al-'Uqaili dalam Adh-Dhu'afa [I/13], dan Ar-Rumahurmuzi dalam Al-Muhaddits al-Fashil [II/430]).

Wahai para pelajar, kalau engkau dalam kelapangan dan bisa memilih, janganlah belajar kepada ahli bid'ah dari kalangan Syi'ah, Khawarij, Murji-ah, Qadariyyah, Quburiyyin (para pengagung kuburan), dan ahli bid'ah lainnya. Karena, kamu tidak akan pernah mencapai derajat para ulama yang mereka bersih aqidahnya, kuat hubungan dengan Allah, shahih pandangannya, dan mengikuti Sunnah, kecuali dengan menjauhi ahli bid'ah dan kebid'ahan mereka.

Kisah-kisah dari para ulama salaf sangat banyak yang berhubungan dengan menghindar dan menjauhi ahli bid'ah. Hal ini bertujuan sebagai peringatan dari kejahatan mereka serta menghalangi tersebarnya bid'ah itu, juga melemahkan semangat mereka sehingga akan patah semangat dalam menyebarkan perbuatan bid'ahnya. Karena, kalau Ahlus Sunnah berkawan dengan mereka, maka ini mengindikasikan sebuah tazkiyah (rekomendasi) pada mereka dalam pandangan orang-orang yang masih pemula dalam belajar atau bagi orang-orang awam.

Wahai para pelajar, ikutilah jejak para ulama salaf. Hati-hatilah, jangan sampai para ahli bid'ah mencelakakanmu. Karena, sesungguhnya mereka banyak membuat jalan-jalan untuk menjegalmu. Mereka bungkus semua itu dengan ucapan yang manis seperti madu, padahal sebenarnya ia adalah madu yang pahit dan kucuran air mata, indah kilit luarnya, tipuan dengan khayalan belaka, mempertontonkan karamah, menjilati tangan serta mencium pundak. Tidaklah semua itu kecuali bara perbuatan bid'ah dan panasnya api fitnah yang ditanamkan dalam hatimu yang akan bisa menjeratmu dalam lingkaran syaitannya. Demi Allah, tidaklah orang yang buta bisa menuntun dan menunjukkan untuk memimpin orang-orang buta sepertinya.

Adapun kalau belajar kepada ulama Ahlis Sunnah, maka benar-benar isaplah madu dari mereka, jangan tanyakan lagi, semoga Allah memberimu taufiq kepada jalan kebenaran, agar engkau mampu meraup warisan para nabi secara murni. Kalau tidak demikian, maka tangisilah agama ini bagi yang masih bisa menangis. Semua yang saya sebutkan ini adalah pada saat bisa memilih antara belajar dengan Ahlus Sunnah atau ahli bid'ah, adapun kalau engkau belajar pada sekolah formal yang tidak ada pilihan lagi bagimu, maka berhati-hatilah serta berlindunglah kepada Allah dari kejelekannya. Jangan karena ini, engkau mundur dari belajar, saya takut ini termasuk mundur dari tengah kancah medan pertempuran. Saat itu tidak ada kewajiban bagimu kecuali engkau benar-benar selektif menerima ilmunya, lalu engkau jauhi kejelekannya serta membongkar kedoknya.

Ketahuilah bahwasannya ahli bid'ah akan bertambah banyak dan memperoleh kemenangan karena sedikitnya ilmu dan merajalelanya kajahilan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menanggapi tentang mereka dengan mengatakan: "Sesungguhnya golongan ini akan menjadi banyak apabila kebodohan telah merajalela, demikian juga banyaknya orang-orang yang bodoh, di sisi lain tidak didapati ahli ilmu yang paham tentang sunnah Nabi dan berusaha mengikutinya yang menampakkan cahayanya, bisa melenyapkan gelapnya kesesatan, dan membuka tabir yang penuh dengan kebohongan, syirik, dan tipu daya." (Lihat Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah [I/6]).

Maka dari itu, jika engkau sudah banyak menguasai ilmu, hendaklah engkau hancurkanlah bid'ah beserta ahlinya dengan argumen dan penjelasan dari Anda.

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

(Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin )

0 komentar:

Posting Komentar